Dharmasraya – Kualitas proyek perbaikan jalan nasional wilayah II Sumatera Barat kembali dipertanyakan. Tambal sulam di ruas vital Muaro Kalaban–Batas Jambi dan Kiliran Jao–Batas Riau yang baru saja dikerjakan oleh PPK 2.2, kini rusak lagi. Lubang-lubang lama menganga kembali, memicu amarah publik sekaligus menegaskan dugaan buruknya mutu dan lemahnya pengawasan.
Kondisi ini dinilai sebagai bentuk kelalaian fatal yang tidak hanya memboroskan anggaran negara, tapi juga mempertaruhkan nyawa pengguna jalan. Sejumlah titik yang ditambal malah berubah menjadi jerat maut karena cepat terkelupas dan kembali berlubang.
“Dari dulu pekerjaan jalan nasional PPK 2.2 ini tidak pernah memuaskan. Baru beberapa minggu ditambal, sekarang sudah rusak lagi. Jelas, ini bukan pemeliharaan, ini penghinaan terhadap akal sehat,” kecam seorang tokoh masyarakat berinisial S kepada media ini.
Ia menyebut bahwa cara kerja seperti ini tak ubahnya proyek instan yang hanya mengejar laporan serapan anggaran tanpa mempertimbangkan kualitas dan dampaknya terhadap keselamatan. “Kita minta Kepala Balai Jalan Nasional Sumbar dan Kementerian PUPR turun langsung. Jangan diam melihat proyek yang jelas-jelas merugikan rakyat,” tegasnya.
Sorotan tajam juga datang dari Edwar, Koordinator LSM Ampera Indonesia wilayah Sumatera Barat. Ia menyatakan bahwa selain mutu pekerjaan yang buruk, penyelenggara jalan juga melanggar standar keselamatan dengan tidak memasang rambu peringatan di titik-titik rawan.
“Seharusnya ada rambu minimal 100 meter sebelum titik jalan rusak. Kalau tidak ada dan terjadi kecelakaan, itu pidana. Bisa dijerat Pasal 273 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas,” tegas Edwar.
Menurutnya, jalan nasional bukan laboratorium percobaan proyek tambal sulam. “Ini jalur penghubung antarprovinsi yang padat dan berisiko tinggi. Kecerobohan seperti ini tidak bisa ditoleransi,” katanya.
Kemarahan masyarakat terus menguat, dengan desakan agar dilakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut, termasuk evaluasi terhadap kontraktor dan pengawas lapangan. Jika terbukti lalai atau bermain-main dengan anggaran, masyarakat mendesak agar kasus ini dibawa ke ranah hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih berupaya menghubungi pihak PPK 2.2, Balai Jalan Nasional Sumbar, serta Kementerian PUPR untuk mendapatkan klarifikasi. Namun, belum ada tanggapan resmi yang diberikan.
Kasus ini menjadi preseden buruk yang harus segera ditindaklanjuti. Jalan nasional bukan ruang kompromi untuk proyek asal jadi yang membahayakan nyawa dan menodai kepercayaan publik.
Tim