Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
HUKRIM

LS Dianiaya Suami, Dipaksa Damai: Polresta Tulang Bawang Diduga Lamban

62
×

LS Dianiaya Suami, Dipaksa Damai: Polresta Tulang Bawang Diduga Lamban

Sebarkan artikel ini
LS
Ilustrasi. (Foto: Net)
Example 468x60

Tulang Bawang – Dugaan praktik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa LS (nama inisial) di Tulang Bawang, Sumatera Selatan, menyeret aparat kepolisian setempat ke dalam sorotan tajam. LS, perempuan yang menjadi korban kekerasan brutal oleh suaminya, Ahmad Sulistiono, hingga kini belum mendapatkan keadilan. Kasusnya justru terkesan diperlambat dan diabaikan.

Berdasarkan penelusuran media ini, LS mendatangi Polresta Tulang Bawang dengan kondisi mengenaskan: suara serak akibat dicekik dua kali dan luka berdarah di tangan serta kakinya. Namun alih-alih segera mendapat perlindungan dan keadilan, LS justru didorong untuk “berdamai” melalui pendekatan kekeluargaan.

Example 300x600

“Saya merasa diabaikan. Luka saya nyata, cekikan itu nyata. Tapi seolah-olah saya harus menerima begitu saja tanpa ada proses hukum,” ungkap LS dengan getir saat ditemui di kantor redaksi Elang Hitam Indonesia.

Upaya damai yang dianjurkan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Tulang Bawang itu kandas, sebab pihak Ahmad Sulistiono bahkan tidak menunjukkan itikad baik. Setelah dua bulan tanpa perkembangan, orang tua Ahmad Sulistiono dipanggil ke Polres, bukan untuk proses hukum, melainkan sekadar meminta maaf dan mendorong pencabutan laporan.

Tekanan terhadap LS semakin brutal. LS mengaku dipaksa menandatangani surat perdamaian, sebuah tindakan yang jelas melanggar prinsip perlindungan korban dalam kasus KDRT.

“Saya dipaksa untuk damai. Tapi saya tetap bertahan. Hukum harus berpihak kepada korban, bukan kepada pelaku,” tegas LS.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT adalah tindak pidana yang wajib diproses hukum, tanpa syarat perdamaian. Dalam konteks ini, setiap upaya mendamaikan tanpa penyelesaian hukum sah adalah bentuk pembiaran kekerasan dan penghianatan terhadap amanat undang-undang.

Praktisi hukum yang kami hubungi, Advokat Hendra Pranata, S.H., menegaskan,
“Jika korban sudah melapor, polisi wajib menindaklanjuti. Mendamaikan korban dan pelaku dalam kasus KDRT tanpa proses hukum adalah pelanggaran serius terhadap tugas penegak hukum. Ini bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.”

Lebih jauh, Hendra menambahkan, setiap tindakan kekerasan harus diproses tuntas. “Apalagi kalau korban dalam kondisi terluka fisik dan psikis. Negara tidak boleh kalah oleh tekanan atau permainan kekuasaan,” tandasnya.

Hingga kini, Polresta Tulang Bawang belum memberikan pernyataan resmi terkait status laporan LS. Diamnya aparat menambah daftar panjang kelalaian penegakan hukum terhadap korban KDRT di Indonesia.

LS berharap, kasus ini tidak berakhir dalam ketidakadilan. Ia menuntut proses hukum dilanjutkan hingga pelaku dihukum sesuai aturan yang berlaku.

“Saya tidak butuh belas kasihan. Saya butuh keadilan!” tutup LS dengan suara bergetar namun penuh keteguhan.

Media ini akan terus mengawal kasus ini, dan tidak akan berhenti mempertanyakan: Di mana keberpihakan hukum terhadap korban?

F. Chrons

About The Author

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *