LABUSEL – Pernyataan arogan disampaikan oleh Asisten Kepala (Askep) PT Mujur Lestari dalam sebuah pertemuan dengan warga Sukuarjo, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Selasa (7/4/2025). Ketika warga mengeluhkan pemblokiran akses jalan yang selama ini mereka rawat dan gunakan, sang Askep justru menanggapi dingin, “Syukur kalian masih kami kasih lewat.”
Ucapan tersebut menyulut emosi warga, khususnya Teddy Siregar, Ketua Kelompok Tani sekaligus Ketua Swadaya Jalan Sukuarjo. “Sebelum manajemen baru ini masuk, kami tidak pernah dipersulit. Kami bahkan ikut merawat jalan dari Pos 3 ke Pos 4 sepanjang dua kilometer, hasil dari dana swadaya warga selama delapan tahun, dengan total biaya mencapai Rp400 juta,” tegas Teddy.
Warga mengeluhkan bahwa larangan melintas itu berdampak langsung pada hasil panen sawit mereka, terutama menyebabkan penyusutan tonase atau restan buah sawit. Ironisnya, jalan yang dimaksud diduga bukan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Mujur Lestari, melainkan melintasi lahan dengan status SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi) milik warga.
Tak hanya itu, warga juga menolak rencana pembatasan waktu akses jalan yang semula dibuka hingga pukul 22.00 WIB, menjadi hanya sampai pukul 18.00 WIB. “Kami ini sudah berkontribusi penuh, merawat jalan perusahaan, tapi diperlakukan seperti penumpang gelap,” tambah Teddy.
Dalam audiensi pada tahun 2023 lalu, manajemen PT Mujur Lestari secara terbuka menyebut bahwa ada sekitar 95 hektar lahan di luar HGU yang dikelola perusahaan. Namun saat ini, pihak personalia PT Mujur Lestari berdalih lahan tersebut milik pribadi pemilik perusahaan, sehingga tetap dikelola oleh mereka.
“Kami minta pemerintah dan instansi terkait turun tangan. Periksa keberadaan lahan 95 hektar itu, karena dikelola oleh karyawan HGU, padahal bukan bagian dari izin resmi,” pungkas Teddy.
Hingga kini, belum ada titik temu antara pihak warga dan manajemen PT Mujur Lestari. Ketegangan terus berlanjut, dan warga menuntut keadilan atas hak-hak mereka yang diabaikan.
Ben